Posted by: Tun Sriana | March 23, 2021

Persahabatan Bagai Kepompong… (Hari Ke-7)

Akhirnya… hari ini adalah hari terakir dalam project 7 hari menulis dari dan untuk diriku sendiri. Ternyata setelah kembali ke lingkungan dengan mobilitas yang rata-rata menengah ke bawah, aku masih bisa konsisten dengan apa yang selama ini aku bangun. Memasang target dan berusaha menepatinya. Biasanya setelah pencapaian goal yang aku lakukan, aku akan memberi reward kepada diriku sendiri dan sekarang sepertinya aku akan memikirkan untuk mengambil me time agar aku bisa melakukan apa yang aku sukai. Jangan dikira menyelesaikan project 7 hari menulis ini merupakan hal yang mudah untukku. Pertama karena sudah lama tidak melakukannya, aku seperti kembali memulai sesuatu dari awal. Ada rasa canggung dan semuanya tidak bisa mengalir dengan mudah. Berbeda ketika aku masih rajin menulis dulu di blog ini atau ketika aku menjadi kontributor majalah Indonesia-Taiwan (INTAI) bahkan ketika aku mengisi beberapa artikel di web Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Bahkan demi mencapai target 7 hari menulis, terkadang malam-malam aku harus rela bangun dan merenungkan apa yang akan aku tuliskan pada hari itu dan itu butuh waktu lama… Yang pasti.. I did it…. and I am proud of myself… (kenarsisan tingkat dewa).

Pada hari terakhir ini aku sengaja menuliskan sesuatu yang istimewa. Tentang arti sebuah persahabatan. Aku ingin menuliskan orang-orang spesial yang hadir dalam hidupku. Orang-orang spesial itu adalah Eason, Mili, Sandra, Tina dan Laurien. Mereka spesial bukan karena mereka yang rela datang ke Indonesia hanya untuk mengulur waktu perpisahan kami, bukan.. bukan hanya itu. Mereka sangat spesial karena merekalah yang selalu ada disaat-saat terberat dalam masa studiku. Setiap harinya hampir sebagian besar waktuku akan aku habiskan dengan mereka, mulai dari jam 8 pagi sampai dengan jam 2 atau 3 dini hari. Banyak cerita yang kami ukir dan banyak kekonyolan yang kami lakukan. Aktifitas yang kami lakukan bukan hanya masalah pekerjaan di lab tapi juga untuk urusan makan, jalan-jalan, karaokean bahkan nge-gym pun kami lakukan bersama. Untuk masalah tameng hidup ketika aku ada masalah dengan hasil research-ku yang membuat Prof muka, mereka adalah ahlinya. Sering kali jika aku ada masalah Prof selalu memanggilku ke ruangannya dan menanyakan masalah apa yang aku alami, dan dengan tangan terbuka akan membantuku. Bagaimana Prof bisa tahu setiap masalah yang aku alami, kalau bukan mereka siapa lagi biang keroknya!!

Kemudian disaat perpisahan itu terjadi, ada rasa kehilangan yang begitu besar. Seperti ada lubang menganga di dalam hatiku. Tangis haru di bandara Adi Sutjipto tidak bisa kami bendung. Ada duka, ada lara tapi ada beribu kenangan manis yang enggan kami lupakan. Hampir setiap saat kami bertukar kabar dengan apa yang terjadi dalam hidup kami. Kebahagiaan dan duka sering kali kami bagikan hingga saat ini. Bahkan dua tahun setelah kepulanganku ke Indonesia kemudian aku kembali memutuskan kembali berkunjung ke Taiwan, mereka adalah orang-orang yang telah menungguku di hotel tempat aku menginap. Waktu kami habiskan dengan bercerita apa saja, membahas kebodohan di masa lalu dan menceritakan pencapaian apa saja yang ingin kami raih. Bahkan mereka tidak lupa dengan makanan dan minuman apa saja yang aku sukai dan sudah membawakanya ke hotel. Mereka masih sama tidak ada yang berubah. Sebenarnya kami pernah berjanji untuk selalu melakukan reuni setiap dua tahun sekali.. either aku yang berkunjung ke Taiwan, mereka yang datang ke Indonesia atau kita akan melakukan trip ke berbagai negara. Tapi manusia hanya berusaha dan Tuhan yang menentukannya. Sepertinya hal itu akan sulit kami wujudkan karena kesibukan yang kami miliki ditambah aku yang berada jauh dari pusaran dimana mereka berada.

Jujur… setiap kali mengingat mereka ada berjuta perasaan yang aku rasakan. Bahagia, sedih, bangga, haru, bersyukur dan berjuta rasa yang lainnya. Jika aku bisa meminta kepada Tuhan, ingin rasanya persahabatan ini akan berlanjut hingga nanti. Mungkin tidak hanya sampai ke kami tapi ke anak-anak kami nanti agar kami bisa bercerita kepada mereka betapa bodoh dan gilanya arti persahabatan yang kami miliki. Tuhan… peluk dan jagalah mereka seperti Engkau memeluk dan menjagaku. Aku titipkan mereka karena Engkau adalah penjaga terbaik yang aku miliki. I miss you so much my dears….

Posted by: Tun Sriana | March 22, 2021

Rindu… (Hari Ke-6)

Rindu… satu kata yang selalu menemaniku belakangan ini. Bukan tanpa sebab, tapi itulah kenyataannya…

Jarak…. sebuah kata yang mampu memisahkan anak manusia ratusan mill jauhnya…..

Tapi…. Bukankah Jarak ada untuk memberi ruang pada sang rindu??

Bojonegoro, 22 Maret 2021

Posted by: Tun Sriana | March 21, 2021

Pulang… (Hari Ke-5)

Pulang… bukan sebuah keputusan mudah untuk aku ambil. Bukan tanpa alasan juga kenapa pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan begitu banyak tawaran menggiurkan yang sayang untuk dilewatkan.

Sebenarnya alasan utama aku memutuskan untuk pulang adalah Ibu. Beliau yang memintaku pulang dan enggan memberi restu ketika aku ingin kembali mengepakkan sayapku menjelajah dunia. Aku sadar sesadar-sadarnya… pencapaian yang aku lakukan tidak akan pernah ada tanpa campur tangan ibu, tanpa restu dan doa-doa beliau. Aku bisa merasakan itu, bagaimana jalan hidupku dibuat begitu mudah. Kemudian apakah aku bisa menolak apa yang beliau minta? Jawabnya tidak dan percayalan tak akan habis dunia dikejar!

Sebenarnya… saat terberat bukan ketika kita memutuskan untuk pulang, tapi ketika kita memilih untuk tidak kembali pergi.

Posted by: Tun Sriana | March 21, 2021

Graduation Trip.. (Hari Ke-4)

Sejak kecil aku selalu membiasakan untuk menerapkan reward and punishment pada diri sendiri. Memberi reward ketika target yang ditetapkan tercapai dan memberikan punishment ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Bukan sesuatu yang besar dan berat tentunya hanya untuk mengapresiasi diri sendiri, karena aku sadar, kalau bukan diri kita mau siapa lagi.

sunset di Bali

Sama halnya ketika aku dapat menyelesaikan studiku. Sejumlah agenda telah aku susun untuk melakukan perjalanan lintas negara sebelum kembali ke Indonesia. Tapi pada akhirnya rencana itu hanya tinggal sebuah rencana karena teman-teman labku (Tina, Laurien, Sandra, Eason dan Mili) memutuskan untuk mengantarku pulang ke Indonesia. So sweet memang alasan yang mereka utarakan, mereka tidak ingin melihatku bersedih dan melepasku pergi di bandara Taoyuan. Namun jika perpisahan itu terjadi mereka ingin memastikan aku telah berada di negaraku dengan aman. Klise bukan? tapi itulah mereka… Aku tahu alasan utama mereka adalah ingin merayakan kelulusan dan berlibur. Dengan alasan itu pulalah mereka meminta ijin kepada Prof untuk meninggalkan lab lebih cepat dari batas waktu yang disepakati yang berdampak pada semua dokumen sidang harus ditandatangani segera. Seperti pemaksaan memang, tapi Prof . bisa apa selain melepaskan kepergian kami.

Ini adalah perjalanan terseru yang pernah aku lakukan. setelah memutuskan tentative perjalanan kami, segala bentuk booking aku lakukan dari mulai tiket perjalanan pulang pergi, sewa vila atau penginapan dan kendaraan selama di lokasi wisata. Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah pulau dewata Bali. Banyak lokasi yang telah kami kinjungi, selama di Bali aku sengaja memilih villa dengan lokasi yang tidak jauh dari Kutai dengan harapan akses untuk ke tempat wisata dekat. Meskipun agenda berjalan sesuai rencana, ada kejadian yang membuat aku geram. Pada malam terakhir keberadaanku di Bali, Eason, Mili, Tina dan Sandra memutuskan pergi ke club malam. Sebenarnya dari awal aku sudah memperingatkan mereka untuk berhati-hati karena aku tidak bisa mendampingi. Aku tinggal di villa berdua dengan Laurien, karena diantara mereka Laurien satu-satunya yang tidak menyukai kehidupan malam. Belum juga selesai cerita kami, Sandra datang ke villa dengan mengabarkan handphone Mili dan Eason hilang club malam. Itu adalah shock therapy pertama menyambut kedatanganku pulang. Aku sadar kalau kasus ini dibawa ke kantor polisi akan percuma. Tapi setidaknya aku telah mengikuti prosedur.. Setelah berdiskusi panjang lebar di kantor kepolisian dengan kemungkinan ditemukannya handphone tersebut kecil, aku mengajak mereka untuk kembali ke villa. Jujur ketika akan menjelaskan bahwa kemungkinan handphone tersebut akan ketemu sangat kecil ada rasa malu yang terbesit dihati. Bagaimana tidak kejadian itu seperti membuka film kelam bobroknya perlindungan keamanan bagi warga asing.

Karimunjawa

Life must go on… dengan rasa kecewa yang kami tinggalkan di Bali. Tujuan perjalanan selanjutnya adalah Yogyakarta. Aku sengaja memilih Jogja sebagai tujuan kedua karena ingin menunjukkan kearifan lokal kepada mereka. Gunung Merapi, Keraton dan Borobubur menjadi pilihan distinasi selama di Jogja. Setelah dari Jogja, destinasi selanjutnya adalah Karimun Jawa. Keindahan laut Karimun menjadi alasan untuk mengajak mereka kesana. Tinggal di rumah apung merupakan pilihan yang sempurna untuk memanjakan diri sambil menikmati maha karya yang maha kuasa.

Borobudur

Waktu berlalu begitu cepat, kebersamaan yang tercipta begitu hangat. Selama apapun kita mencoba untuk mengulur waktu… saat perpisahan itu pasti akan datang juga. Memang aku telah berada di Indonesia, aku akan baik-baik saja…. tapi apakah benar aku baik-baik saja? Bukankah… perasaan ditinggalkan itu lebih menyakitkan dari pada meninggalkan? Sama…. saat mereka pergi meninggalkanku, ada luka perih di ulu hati.. rasa enggan dan tak rela. Tapi bukankah aku sudah memutusakan untuk pulang? dan bukankah waktu juga akan terus berjalan? Biarkan waktu yang akan menjawab….

Dancing with staff and argue with cashier

Posted by: Tun Sriana | March 19, 2021

Commencement-Wisuda (Hari Ke-3)

Commencement atau dalam arti bahasa sebenarnya adalah hari pemberian ijasah atau kalau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah wisuda. Ada perbedaan yang mencolok antara wisuda yang dilakukan kampus-kampus di Indonesia dan di Taiwan. Perbedaan yang pertama adalah jika di Indonesia seorang wisudawan/wati hanya bisa mengikuti wisuda setelah dinyatakan lulus dalam yudisium dan urusan administrasi lainnya tidak dengan di Taiwan. Di Taiwan, seseorang bisa melakukan wisuda kapan saja karena mereka tidak harus dinyatakan lulus, hanya perlu sewa toga dan datang ke acara wisuda. Tapi tetap berdasarkan etika keelokan, biasanya mereka akan menunggu pada tahun terakhir masa studi… sebagai contoh jika mahasiswa S1 mereka akan mengikuti acara wisuda pada tahun keempat, mahasiswa master akan mengikuti acara wisuda pada tahun kedua dan tidak dengan mahasiswa doktor… mereka akan mengikuti acara wisuda pada tahun ketiga, keempat, kelima, keenam……sampai mereka dinyatakan lulus atau merasa bosan sendiri. Memang begitu berat beban seorang mahasiswa doktor, terkadang sudah ikut wisuda tapi pada akhirnya harus drop out..

Bersama Prof Jiang

Perbedaan yang kedua adalah jika di Indonesia rata-rata wisuda dilakukan dua kali dalam setahun, tidak dengan di Taiwan. Di Taiwan acaea wisuda hanya dilakukan sekali dalam satu tahun dan biasanya dilaksanakan pada pergantian tahun ajaran baru (fall semester). Ini menguntungkan untuk mereka yang masuk kuliah pada semester tersebut tapi tidak untuk mahasiswa yang mulai kuliah pada spring semester otomatis mereka melaksanakan wisuda satu semester lebih awal dari jadwal kelulusan. Deritanya adalah ketika foto wisuda itu sampai ter-upload di media sosial, pasti akan banyak ucapan selamat padahal nasib studi aja belum tau akan kemana bermuara. Perbedaan terakhir adalah kalau wisuda di Indonesia kita harus dandan cantik ala-ala princess atau putri keraton dengan memakai pakai adat tidak dengan di Taiwan. Kita hanya perlu memakai baju. Baju apapun bisa dipakai mulai dari baju santai, baju resmi atau baju ala-ala pemain Hollywood. Dan inilah yang membuat aku merasa nyaman.

They always did crazy things

Aku sendiri selalu meminjam toga tiap tahun setelah tahun ketiga studiku. Meskipun begitu, aku tidak pernah mendaftarkan diri menjadi wisudawati sampai pada tahun terakhirku. Meminjam toga hanya aku lakukan untuk mengambil foto bersama dengan teman-teman seperjuangan yang akan lulus di tahun itu. Tidak pernah ku upload dan hanya menjadi penunggu setia external hardisku. Setidaknya foto-foto itu yang akan menjadi pengingat jika kita pernah berjuang di kampus yang sama meskipun terkadang dibedakan oleh nasib.

Teman kerja, teman main dan teman curhat

Tapi tidak dengan wisuda yang dilaksanakan pada tahun 2015 dimana itu adalah tahun terakhirku menjadi mahasiswa di NTUST. Pendaftaran wisuda dilakukan oleh teman-teman labku karena memang saat itu jadwal sidangku sendiri sudah ditetapkan oleh Prof jadi sudah dipastikan aku akan lulus di tahun itu. Pembayaran dan pengambilan toga juga dilakukan oleh mereka karena saat itu aku masih disibukkan dengan beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum aku benar-benar akan meninggalkan lab. Sebenarnya, aku sudah meminta Ibu untuk datang ke Taiwan menghadiri acara wisuda tapi Ibu tidak berkenan karena malas ribet dengan urusan VISA dan yang lainnya. Aku sangat maklum…

Selalu merasa bersyukur memiliki mereka

Meskipun tanpa kehadiran Ibu, acara wisudaku dihadiri oleh teman-teman yang sudah aku anggap saudara disini. Mereka adalah teman-temanku yang bekerja di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, di Majalah Indonesia Taiwan (INTAI) dan mahasiswaku di Universitas Terbuka (UT) Taiwan, Selain itu ada 3 orang paling spesial yang hadir dalam wisudaku, mereka adalah mbak Ana, Bu Eni dan Ervin. Tiga orang inilah yang dengan setia menemaniku dan mengirimkan aku makanan selama 12 hari aku dirawat di Rumah Sakit. Tanpa mereka mungkin akan lebih lama lagi waktu yang aku habiskan untuk proses penyembuhan penyakitku. Jangan ditanya sakit apa, karena selama 12 hari perawatan yang aku lakukan tidak ada indikasi jenis penyakit yang aku derita. Ntah… mungkin saat itu aku berada pada titik nadir dalam hidupku, titik dimana sebagian jiwaku ingin menyerah kalah.

I am the most beautiful one and I did it.,..

Meskipun terlihat biasa saja, setidaknya dihari itu…. aku mampu membuktikan bahwa aku mampu berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan mereka. Mereka rekan sejawat yang dibedakan oleh gender, ras, suku, agama dan bangsa. Setidaknya pada hari itu… namaku dipanggil dengan lantang di auditorium salah satu kampus terbaik di Taiwan. setidaknya… pada hari itu… Tuhan telah mengabulkan doa-doaku, mewujudkan cita-citaku dan memeluk mimpi-mimpiku. Setidaknya pada hari itu… bisa aku kenang bahwa aku yang bukan siapa-siapa, hanya seorang anak desa bisa menaklukkan mimpi terbesarnya.. Setidaknya setelah hari itu… jika aku merasa rapuh, aku bisa membuka kembali album kenangan dan kembali mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan untukku…. Setidaknya.....aku tahu… Tuhan tidak pernah membiarkanku untuk berjalan sendiri….

Posted by: Tun Sriana | March 19, 2021

Farewell Party… (Hari Ke-2)

Setiap ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Jika dulu ketika memutuskan bergabung ke Lab T2-513 rasanya begitu berat karena harus belajar sesuatu baru, begitu juga ketika akan meninggalkan lab ini. Meskipun rasa beratnya berbeda, tapi sama-sama menyisakan perih di hati. Jika dulu ketika bergabung di lab ini ada sejuta harapan dan doa agar bisa menyelesaikan study dengan segera, berbeda rasanya ketika akan meninggalkannya. Jika aku bisa, ingin rasanya meminta agar Tuhan menghentikan waktu agar lebih banyak waktu yang bisa aku habiskan untuk tetap tinggal. Tapi…. bukankah waktu harus tetap berjalan..?

Sudah menjadi adat di Taiwan, setiap lab akan melakukan pesta penyambutan mahasiswa baru dan pesta perpisahan untuk mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya. Begitu juga ketika aku dan beberapa teman lab lainnya sudah melakukan oral defense, Prof. Jiang sengaja mengagendakan pesta perpisahan yang dilakukan jauh dari Taipei. Kota yang dipilih untuk merayakan pesta perpisahan adalah di Hualien, daerah pegunungan yang memang menawarkan keindahan alam dan keasriannya. Jika trip yang biasanya dilakukan hanya sehari, Prof sengaja men-arrange pesta perpisahan ini selama 3 hari perjalanan. Bukan karena kami spesial, tapi memang angkatan kami (Aku, Thong, Laurien, Tina, Sandra, Mili dan Eason) adalah mahasiswa yang selalu sukses merayu Prof Jiang untuk melakukan extraordinary trip. Seluruh tentative acara diserahkan kepada kami dari mulai tiket perjalanan, penginapan dan kendaraan selama di lokasi. Prof Jiang sendiri sudah kami anggap sebagai seorang bapak yang selalu mendengarkan setiap keluh kesah kami baik masalah studi, pribadi dan finansial terutama aku sebagai mahasiswa rantau. Meskipun baik dan humble.. Seorang Prof akan tetap menjadi Prof dan sebaik apapun mereka, jangan pernah bermain-main dengan deadline dan target yang mereka berikan karena salah sedikit saja itu bisa menjadi bencana berhari-hari.

Lokasi yang kami pilih memang jauh dari keramaian. Selain ingin menghilangkan jenuh setelah berjibaku dengan paper dan persiapan sidang, kami juga ingin menghabiskan waktu bersama. Bercerita, tertawa dan mengenang kembali perjalanan yang telah kami lalui. Mendengarkan setiap nasehat yang Prof berikan dan perjalanan panjang beliau dalam merintis karir di dunia pendidikan . Menikmati kebersamaan yang mungkin tidak akan pernah bisa terulang, terutama untuk aku dan Thong yang harus segera kembali ke negara kami masing-masing.

Aku sendiri, bersama mereka seperti menemukan sebuah keluarga. Ada canda, tawa dan tangis yang kami bagikan bersama. Ada rasa memiliki dan mencintai yang mampu menembus batas perbedaan suku, bahasa dan agama yang ada. Tidak berjeda…. Kadang aku merasa, Tuhan sudah telalu baik kepadaku.. mengirimkan orang-orang baik yang ada disekililingku yang selalu terjaga dan menjaga agar aku tidak pernah merasa kesepian dan terjatuh.

Sekuat apapun aku ingin menghentikan waktu, tapi saat perpisahan itu pasti tidak akan bisa dihindari. Aku selalu enggan mengatakan kata perpisahan… bukan… bukan kata Good bay yang aku ucapkan untuk mereka.. tapi See you again karena aku percaya…. Pada suatu saat nanti dan pada waktunya nanti, kami akan dipertemukan untuk kembali mengenang apa yang telah kami ukir… Aku titipkan separuh hati untuk aku tinggalkan dan membawa pulang separuh yang lain… Karena dengan begitu, aku punya alasan untuk kembali pulang ke tempat yang aku sebut second home….

Posted by: Tun Sriana | March 17, 2021

Ph.D. Oral Defense… (Hari ke-1)

Judul tulisan pertama dalam challenging tujuh hari menulis yang saya ambil adalah Ph.D. Oral Defense… Bukan karena tanpa alasan aku mengambil judul ini. Setelah tulisan terakhir pada akhir tahun 2013, kesibukan yang aku jalani sehari-hari tidak lepas dari kehidupan di laboratorium, KDEI dan jalan-jalan untuk menjejakkan kakiku disetiap jengkal tanah bumi Formosa.

Setelah pindah dari lab sebelumnya, kehidupan akademik di Computational and Chemistry Laboratory berjalan dengan sangat baik. Meskipun pada awalnya memang berjalan dengan tertatih-tatih, berkat dukungan dari Prof. Jiang dan seluruh teman laboratorium, proses migrasi ilmu dari lab basah ke lab kering berjalan dengan mulus. Meskipun bukan tanpa halangan tentunya. Setelahnya kehidupan di lab dipenuhi dengan kegiatan personal meeting, group meeting, lab meeting, dan project meeting dan jelas terlihat berapa monotonnya hidup berjalan. Tiap hari kegiatan tidak lebih dari submit job simulasi, analisa error atau hasil, diskusi hasil dan baca paper yang sudah seperti minum air yang menjadi kebutuhan. Project meeting menjadi agenda yang paling berat diantara yang lainnya, karena saat itu aku dipercaya oleh Prof untuk memegang project research dengan lembaga penelitian Taiwan. Mau menolak sebenarnya…. tapi resiko yang ditanggung sangat besar karena sudah dapat dipastikan dapur tidak akan dapat mengepul… Enak gak enak sebenarnya, enaknya karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan rekan satu tim dari seluruh kampus di Taiwan. Gak enaknya adalah ketika jadwal progress dan belum ada hasil yang memuaskan itu menjadi beban yang luar biasa. Saat itu andaikan saja isa, ingin rasanya punya ilmu menghilang agar tidak harus ikut meeting dan menjelaskan hasil research yang biasa-biasa saja dan itu sungguh hal yang sangat memalukan dan tabu untuk dilakukan.

Presentasi di Oral defense

Setelah perjalanan panjang, pada tanggal 29 Juli 2015 akhirnya presentasi oral defense dilakukan. Perjalanan panjang kehidupan sebagai mahasiswa Ph.D. akhirnya sampai pada ujungnya. Oral defense berjalan dengan lancar, kebetulan komite yang menjadi penguji dalam sidang tersebut adalah Prof yang memang sudah aku kenal ketika satu tim di research project dengan ITRI. Jika ditanya apakah persiapan menghadapi oral defense menyita waktu dan melelahkan? bagi aku, tidak sama sekali. Aku berada di lab yang bagi kami penghuninya merupakan rumah dan orang-orang di dalamnya adalah saudara. Persiapan dari mulai undangan, ruangan, perijinan sampai pelaksanaan sidang disiapkan oleh teman-teman lab. Aku hanya bertugas menyiapkan mental dan materi yang akan aku presentasikan. Revisi jelas ada tapi tidak banyak hanya sekedar kesalahan penulisan yang bisa aku selesaikan dalam satu hari. Sebenarnya PR yang paling berat adalah agar aku tetap melanjutkan research yang sudah aku jalani dengan mengambil Postdoc di lab yang sama atau apply menjadi pengajar di kampus NTUST. hmmm…. bukan masalah gampang untuk memutuskan tinggal. Bukan karena sudah bosan dengan negeri yang telah mendidikku, tapi ada pertimbangan lain yang harus aku perhitungkan. Kalau ditanya apakah aku betah tinggal di Taiwan? Jawabnya sudah pasti betah dan sangat betah. Taiwan sudah menjadi rumah kedua bagiku, di negara itu aku tidak hanya meninggalkan kenangan tapi orang-orang yang aku sebut keluarga.

Bersama Prof JIang dan komite

Aku selalu menuliksan betapa bangganya aku menjadi keluarga besar Computational and Chemistry Laboratory tanpa mereka, mungkin saat ini aku bukan siapa-siapa. Tanpa mereka, mungkin aku tidak akan pernah tahu arti berjuang bersama, menjadi saudara yang bukan diikatkan oleh darah yang mengalir tapi oleh kebersamaan yang terukir. Terimakasih…. untuk kenangan yang tercipta, jika rindu ini membuncah… doa yang sama akan selalu terucap… semoga kita akan bersua….

Best Supporters ever…

Posted by: Tun Sriana | March 17, 2021

Tujuh Hari Menulis

Setelah lebih dari 7 tahun tidak pernah menulis, mencoba untuk me-challenge diri sendiri untuk bisa kembali konsisten menulis selama 7 hari kedepan. Mencoba membuktikan pada diri sendiri, masih adakah idealisme yang dulu. Pembuktian… apakah masih bisa memegang komitmen untuk melakukan apa yang telah dijanjikan. Lets see….

Posted by: Tun Sriana | December 27, 2013

BeLaJaR MeNjaDi PeNDiDiK..

paket cSetelah menyelesaikan tugasku menjadi seorang tutor di Universitas Terbuka-Hongkong, akhirnya aku memutuskan untuk bergabung menjadi pengajar pada Program Kejar Paket C di Taiwan. Jika aku ditanya motivasiku, simpel sebenarnya aku hanya ingin merasa sedikit berguna untuk orang lain. Entah kenapa, aku  merasa sering tidak optimal mengaplikasikan ilmu yang sudah Tuhan titipkan untukku. Terkadang ada perasaan gamang yang mengusik hati, jika ada yang menanyakan apa yang telah kamu berikan kepada orang lain? Aku terlalu takut jika jawabanku hanya sekedar diam dan tak tahu jawabannya.

Keputusanku menjadi seorang pengajar di Kejar Paket C atau pendidikan setara SMA ini mendapat banyak pertanyaan dari teman-temanku disini. Pertanyaan yang sedikit memetikan api emosi, “kenapa seorang mahasiswa Ph.D dan calon doktor mau hanya mengajar setara SMA?”. Untung saja aku sudah terbiasa untuk mengontrol emosiku dan tidak pernah serius menangapi apapun yang orang komentarkan padaku. Pertanyaan ulang yang ingin aku utarakan kepada mereka “Apakah kalian sudah merasa paling hebat dengan apa yang telah Tuhan titipkan? Apakah kalian akan sepercaya diri ini jika Tuhan mengubah hidup kalian 180 derajat?”. Jangan terlalu mengangap remeh dengan orang lain, bersyukurlah dengan nikmat yang telah Tuhan berikan dan jangan takabur dengan itu semua. 

Aku bangga menjadi bagian dari Program ini, meskipun baru pertama kali aku bertemu dengan murid-muridku tapi aku telah melihat semangat yang luar biasa dari mereka. Semangat itulah yang mungkin tidak pernah aku miliki dan membuat aku terkadang menjadi iri. Aku hanya berdoa semoga aku bisa menjadi guru yang baik, yang bisa mentransfer semua ilmu yang aku miliki kepada mereka sesuai kapasitasnya. Dan aku tentunya juga berharap suatu saat mereka akan menjadi orang-orang yang hebat dan bahkan bisa melebihiku. 

Apapun pandangan orang dan pendapat orang tentang aku, aku tidak akan pernah perduli. Yang aku perdulikan adalah aku bahagia saat aku bisa berbagi, aku merasa terharu saat aku bisa memberikan apa yang aku punyai. Jika orang-orang punya cita-cita merubah bangsa yang katanya sudah bobrok, biarlah… aku hanya cukup dengan langkah-langkah kecilku, mencoba menjadai garda depan untuk memajukan pendidikan. Tak akan terlihat tapi itu akan membekas dan menjadi sebuah goresan indah yang akan aku tinggalkan.

Posted by: Tun Sriana | December 1, 2013

MuNgKiN MeReKa….??

image

Foto ini adalah foto yang aku ambil saat aku melakukan perjalanan dalam rangka mengisi waktu luang dalam rangka black out day weekend ini. Tempat pengambilan foto ini adalah diatas bukit yang menghadap langsung ke samudra pasifik.

Pertama kali aku melihat perahu yang berada jauh dibawah tempatku berpijak, aku tidak merasakan feeling apapun. Aku merasa itu adalah pemandangan biasa yang bisa kita jumpai jika kita berkunjung atau melihat pemandangan laut.

Entah mengapa, seperdetik kemudian aku teringat saudara-saudaraku yang selama ini bekerja sebagai ABK disini. Kembali kenangan-kenangan saat aku bermain ke pelabuhan-pelabuhan di Taiwan menghujam sanubari. Teringat kembali perjuangan berat yang mereka ceritakan, semangat dan harapan yang membuat mereka bertahan dan keramahan yang selalu mereka tawarkan.

Aku mencoba untuk memastikan apakah ada seseorang disana. Kemudia aku arahkan lensa kameraku kearah perahu tersebut, dan aku bisa dengan jelas melihat tiga orang yang sedang berada disana. Entah….tapi aku bisa merasakan bahwa mungkin salah satu dari mereka adalah saudara kita yang sedang berjuang mengadu nasib disini.

Ada perasaan miris yang menyayat hati. Ada kesedihan yang sama yang aku rasakan saat aku sering mendengar permasalahan yang mereka hadapi, seperti perlakuan tidak manusiawi yang sering kapten kapal maupun agency lakukan kepada mereka. Ketika itu aku berfikir, apakah yang aku lakukan selama ini sudah cukup untuk mereka? Tentu jawabannya tidak dan bahkan jauh dari harapan. Aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk masalah dan keluh kesah mereka. Jika mereka ada masalah pun, aku hanya bisa membantu semaksimal yang bisa.aku lakukan sesuai kapasitasku.

Jika ditanya apakah perwakilan pemerintah Indonesia di Taiwan sudah melakukan yang terbaik? Aku bisa menjawab mereka berusaha untuk melakukan yang terbaik meskipun belum maksimal. Banyak hal yang perlu dibenahi..mulai dari pra pemberangkatan sampai mereka tiba disini. Banyak dan bahkan banyak sekali PR yang harus pemerintah kerjakan untuk ini. Dan semoga mereka para pengambil kebijaksanaan akan segera bisa mentuntaskan semuanya.

Setelah itu selama perjalanan aku berfikir, betapa kontras kehidupan yang aku jalani dibandingkan dengan mereka. Saat aku bisa bebas menikmati liburan dengan melihat indahnya pemandangan di bumi Formusa ini, mereka harus berjuang untuk keluarga mereka dirumah. Aku percaya, sebesar apapun pressure yang Prof. berikan kepadaku tidak akan pernah sebanding dengan pengorbanan dan perjuangan yang mereka lakukan.

Jika aku masih sering mengeluh dengan keadaanku, apakah aku bukan termasuk orang-orang yang ingkar? Dengan semua yang aku punyai saat ini, masih pantaskah aku untuk tidak bersyukur? Semoga Alloh akan selalu menjagaku, melindungiku dan membimbingku kedalam golongan orang-orang yang bersyukur.

Tetaplah berjuang saudaraku, tetaplah istiqomah berada dijalan-NYA. Kupanjatkan doa kepada-NYA, semoga semua amal yang kau lakukan menjadi amalan yang barokah dan jika saat ini kalian tidak bisa menikmati kebahagiaan seperti yang aku rasakan, semoga anak-anakmu yang akan menikmatinya.

Older Posts »

Categories